DAFTAR ISI: tentang saya | being moderat | project5 | galeri | simple view | tanJabok.com

MAN BEHIND ME: muhammad, syekh abbas, afa, tan malaka, m.hatta, m.natsir, dt.ribandang-dt.ketemanggungan, umar bin khatab, ali bin abi thalib, etc...

as MINANG's: it isnt about narsism, every man shouldnt forget who they really are... if they do, they just burried their identity, let this be our opportunities/potentials, not threats... a half man dont know where they stand on...

23 December 2004

Kedamaianku disana

Sebuah surau bertingkat dua dengan lantai dari keramik, surau itu sama persis dengan surau yang kutemui waktu pertama kali aku ke kampung itu. Surau yang membuatku merinding, haru dan bahagia. Surau yang penuh dengan keharuan, karena memang alam sekitarnya memang mendukung untuk kesepian macam itu. Terkadang ada tanda tanya besar dalam benakku, surau besar seperti ini masihkah ada yang menghuni. Surau ini lebih besar dari masjid-masjid yang kutemui di daerah tempat tinggalku di jakarta, dan itu dihitung juga dengan populasi warga kampung yang berada di kampung tersebut.


Didekat surau itu terdapat makam, makam yang hening yang hanya terkadang dimeriahkan oleh bunyi air mengalir, ikan-ikan yang malu-malu, dan desir lambaian nyiur kelapa, berikut juga warna keemasan padi yang menguning. Tak banyak yang tahu, di makam itu terdapat enam petak makam dengan satu petak yang masih belum terisi. Menurut cerita orang kampung tersebut, itu adalah petak makam para aulia, para ulama-ulama yang berjuang sejak zaman paderi. Keheranan bagiku, hal ini tidak tampak seperti yang kulihat di pulau jawa tempat tinggalku, dimana makam aulia selalu ramai. Mungkin berbeda pula dengan budaya dikampung ini. Di makam tersebut terdapat sebuah tugu yang akhirnya kutahu, bahwa dua petak adalah makam ulama-ulama yang giat pada zaman paderi dan mereka bersaudara ipar, dua petak yang lain adalah ulama-ulama yang giat pada zaman sumatra thawalib, yang keduanya bersaudara kandung dari salah seorang ulama sebelumnya, yang salah seorangnya kuketahui adalah imam jihad sumatra tengah. Dan satu petakyang lain itu adalah seorang tuanku atau buya yang dimintai nasehat dan cukup disegani dikampung itu.

Didekat surau itu juga terdapat beberapa tabek, begitu orang kampung itu menyebutnya. Didalam tabek itu terdapat ikan mujair, orang kampung itu menyebutnya ikan kalua. Ikan yang menjadi hidangan utama bagi M.Natsir, Syafruddin bahkan Soekarno. Ya, yang terakhir itu pula sempat aku ragui, tapi hal tersebut telah menjadi sebuah yang biasa bagi kampung tersebut, ditunjukkannyalah aku foto kedua tokoh ulama zaman thawalib yang sedang bersama Soekarno, yang ketika itu telah menjadi Presiden RI yang pertama.

Tak habis ketakjubanku tentang kampung itu dulu, tapi kini kampung itu sunyi dan senyap, hanya semilir angin yang terdengar dan lengkingan suara adzan yang nyaring tiap lima kali sehari.

Aku rindu kampung itu, kampung yang terus membangun angan-anganku tentang kehidupan, surau yang selalu mengingatkanku akan kesederhanaan dalam sebuah kebesaran, makam yang selalu mengajarkanku perjuangan fisabilillah, sejarah, dan tanggung jawab, tabek yang mengajarkanku bahwa Allah meninggalkan segala sesuatunya untuk dimanfaatkan oleh manusia.

Aku rindu kampung itu, kampung yang menjadi pelarianku disaat kebimbangan menghantuiku, surau yang menjadi tempatku bersembunyi disela kegelisahanku, makam yang menjadi semangatku disaat aku kehilangan asa, dan tabek yang menjadi tempat pencari gembiraku disela kepenatanku.

Kedamaianku disana, seolah-olah aku menyadari jarakku dengan tuhanku, ditengah keterasingan dan deru laju zaman, ditengah perlombaan manusia menuju kebahagiaan dan kemakmuran, ditengah pergolakan manusia mencari stabilitas yang terus menerus labil.

Ya… kedamaianku disana, dan aku pasti akan kesana….

No comments:

Recommended