DAFTAR ISI: tentang saya | being moderat | project5 | galeri | simple view | tanJabok.com

MAN BEHIND ME: muhammad, syekh abbas, afa, tan malaka, m.hatta, m.natsir, dt.ribandang-dt.ketemanggungan, umar bin khatab, ali bin abi thalib, etc...

as MINANG's: it isnt about narsism, every man shouldnt forget who they really are... if they do, they just burried their identity, let this be our opportunities/potentials, not threats... a half man dont know where they stand on...

26 October 2007

Mekanisme Pasar

Saya ragu, terhadap absolutifitas dari teori adam smith, dan saya juga ragu terhadap mekanisme pasar dimana harga barang bergantung pada posisi tawar menawar.

Bagaimana bila saya yang menjadi pedagang?

Dan bagaimana bila saya sendiri yang menentukan harga untuk barang saya.

Bila menggunakan klausul "laku", pastinya saya menjual dengan harga yang bisa diterima oleh akal sehat.

Artinya tidak ada keuntungan yang berlebihan, tidak ada keuntungan yang seperti perjudian. Lalu apakah saya yang berbeda atau pasar yang berbeda?

Keuntungan adalah disaat saya mendapatkan nilai lebih dari nilai yang saya jual, dan disaat bersamaan pembeli mendapat manfaat tanpa merasa terugikan. Dan artinya pula ijab qabul terjadi tanpa mengurangi rasa hormat pembeli terhadap penjual dan demikian sebaliknya.

Artinya dengan ini, apakah saya harus menjamin keberlangsungan transaksi dari sektor produksi barang itu sendiri, dan kemudian menetapkan harga untuk setiap barang?

Sehingga tak ada fenomena harga naik disaat barang sedikit, tidak ada pula harga turun disaat barang banyak. 

Kebebasan yang terikat

Bagaimana mereka besar juga patut dipertanyakan.

Kebesaran diperoleh dari sebuah keterikatan terhadap kedisiplinan baik yang tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis (etika).

Sering kali kedisiplinan ini akan menghantarkan pada pembentukan karakter yang kuat, kedisiplinan ini yang kerap kali mengontrol kepentingan pribadi (ego) pada pengembalian keputusan.

Seperti nabi muhammad dan para tabiin dengan puasa dan hidup sederhananya, seperti gandhi dengan ahimsanya, seperti sidharta dengan penderitaannya, seperti alexander dengan kehidupan berkeluarga, dan lainnya.

Semua orang-orang besar tersebut melatih kediplinan diri  dan menciptakan mentalitas yang kokoh.

Kebebasan yang terikat, kebebasan yang teratur, kebebasan yang tertahan, inilah dua unsur yang dapat menciptakan inovasi yang luar biasa, sisi liar yang dijinakkan mungkin.

Manifesto Energi

24-Oktober-07
Kebijakan Energi di Indonesia realitanya masih lemah, sebanding dengan kurang bergeliatnya semangat energinisasi di Indonesia itu sendiri.

Sebenarnya jika mau ditilik kebelakang, penelitian dan pengembangan energi di Indonesia sudah dimulai jauh-jauh hari setelah kemerdekaan Indonesia.

Reaktor nuklir pertama Indonesia yang merupakan hibah dari Uni Soviet memberikan posisi tawar yang lebih kuat di dunia Internasional.

Sinyalemen yang sebenarnya adalah, bukan terletak pada hebat atau canggihnya reaktor nuklir yang kita miliki, tentunya memang ini tidak salah pula, akan tetapi kita berbangsa dan bernegara di sini bukan untuk sekedar gagah-gagahan, sehingga yang nyata disini adalah [berdasarkan pengamatan]  perkembangan energi sebanding dengan perkembangan produksi, dimana perkembangan produksi sebanding dengan perkembangan pendapatan [perkapita], dimana pendapatan perkapita ini sebanding pula dengan perkembangan pendapatan negara [dari pajak misalnya].

Akan tetapi tetap saja, justifikasi semacam ini bisa dikatakan sepihak oleh para pemerhati energi, akan tetapi tetap saja, semua unsur produktifitas bisa dicapai dalam skala yang effisien disaat energi untuk menghasilkannya juga effisien atau dengan bahasa keseharian kita adalah murah.

Tidak perlu menunggu pemerintah, pemda, atau pihak yang lainnya. Hal semacam ini sebenarnya bisa dimulai dari lingkungan sekitar kita sendiri.

Ketika kita mulai dari diri kita sendiri, sebenarnya kita sedang memetakan pola pengembangan kita sendiri. Atau dengan bahasa sederhananya kita mengembangan energi berdasarkan kebutuhan kita.

1200 w untuk listrik rumah sudah termasuk memadai, semisal satu kolektor dengan area 1 m2 mampu menghasilkan 120 w listrik, maka dibutuhkan sekitar 10 m2 untuk menghasilkannya.

Apakah 10 m2 terlalu luas? bagaimana bila dibandingkan dengan 1200 watt listrik rumah yang bila kita pakai akan memberikan harga yang mahal, dan 1200 watt listrik kolektor solar yang bisa digunakan 10 jam sehari [dengan asumsi cahaya matahari dari jam 6 pagi sampai jam 4 sore], dan tidak ada tambahan biaya operasional.

Ini adalah hal yang luar biasa. Akan tetapi kembali ke permasalahan awal kita bangsa Indonesia, apakah kita mau? atau hal ini menjadi skeptik kita yang berikutnya karena keengganan menggunakan gas dibandingkan minyak tanah untuk memasak.

25 October 2007

ceriwis yang miris

tertawa saja kerja dia, sedikit mengeluh dan bertanya tentang keadaan republik...

ku jawab, ya biasa-biasa saja, sama sperti hari kemarin, hanya kebodohan yang merakyat didada kita...

tapi dia terus mendesak, bangsa ini harus bangkit ujarnya, tapi bagaimana tanyanya...

ku jawab, itu kamu yang jawab, karena bagiku banga ini sudah bangkit, hanya saja ada segelintir orang yang merepresentasikan bahwa bangsa ini adalah orang bodoh...

lalu ia potong aku berbicara... seperti kita, ya boz...

ya, sperti kita.. ujarku...

16 October 2007

pemicu kenaikan harga lebaran

klo dipikir-pikir perlu ada yang mencontohkan kalau bangsa ini bukan bangsa yang pecicilan, yang suka mengambil kesempatan dalam kesempitan.
 
ya harus ada yang mencontohkan, pemerintah!! mulai dari tidak menetapkan batas bawah atau atas, cukup tahan semua harga tiket di perusahaan transportasi milik negara. seperti pt.kai, garuda, pelni, dll
 
secara gak langsung dengan membludaknya penumpang, so pasti perusahaan pasti untung, jadi apa yg sebenarnya di khawatirkan??? nah klo transportasi aja bisa ditahan, tentunya masyarakat dan pedagang juga gak punya alasan donk buat menaikkan harga...
 
kata ganti salah satu dari tujuh dosa sosial yang dikemukakan gandhi[thanks buat es ito yg muat di rahasia meede], berdagang tanpa moralitas... kayaknya inilah yang terjadi di indonesia... dosa sosial... who cares??

15 October 2007

Met Lebaran

met lebaran

12 October 2007

cerita ayah waktu kecil tentang lebaran

Dulu ketika kecil, ayah cerita kepadaku tentang lebaran

"kalau malam ini hujan, berarti esok lebaran, Allah memberi rahmatnya kepada orang-orang yang berpuasa.."

Antara Mitos dan Cerita, tapi hingga hari ini, inilah justifikasi untuk menguatkan keyakinanku..
Sampai saat ini hanya sekali cerita Ayah meleset, Hujan turun malam esoknya...

Entahlah, setiap keyakinan perlu dicari kebenaran oleh diri sendiri, justifikasi yang membuat diri kita bijak. "Manusia mampu mencari kebijakan oleh dirinya sendiri, tanpa bantuan siapapun" mungkin benar juga kata Marx..

entah lah...

Keajaiban datang bagi yang mempercayainya

03 October 2007

lelaki kecilku

Sebutlah ia laki-laki, bukan hanya berdiri diatas kakinya sendiri, tapi menentukan langkah masa depannya dari tanggungjawab-tanggungjawab yang menunggu untuk dia raih.

Semakin ia tak acuh terhadap tanggung jawab tersebut, hanya secara tidak sadar ia mengurangi nilainya sendiri terhadap orang lain, sebagai in-kredibel atau tidak amanah.

manusia-manusia sosial

Menjadi mandiri adalah menjadi sendiri, bergantung pada dasarnya menggambarkan sebuah interaksi sosial yang holistik, dimana peran dan kebermanfaatan atas orang lain dapat dilihat dengan jelas. Ini lah manusia sosial, pada dasarnya.

institusi miss

Hambatan terbesar bagi perkembangan Indonesia yang kerakyatan adalah instrumen institusi itu sendiri. Sebagaimana bagusnya sang pemimpin, baik sekalipun, belum tentu bisa merubah keadaan yang terjadi di karenakan nya tidak adanya instrumen yang bisa dioptimalkan untuk menjamin kerakyatan itu sneidri.

Dalam konsep neoliberal, tujuan utama dari pemerintahan adalah menjamin adanya pertumbuhan yang pesat dalam perekonomian kapital, dimana dominasi salah satu pihak diperbolehkan. Hal yang berbeda yang menganut sistem kerakyatan atau welfare state, dimana dalam setiap institusi terdapat instrumen-instrumen yang menjamin kepentingan tertinggi lembaga negara adalah keadilan sosial, walaupun bukan dengan cara menjadi negara sosial.

Dalam konsep neoliberal, pasar bebas, yang dianut oleh amerika, dewasa ini dikenal sebuah terobosan yang bernama pengembangan aset masyarakat. Aset masyarakat dikembangakan dengan tujuan mengcounter kepentingan masyarakat yang tidak disediakan oleh negara.

Untuk Indonesia, dimana dalam idealisme para manusianya terbesit wacana-wacana untuk menjamin kehidupan sosial, tapi malang, cara-cara yang digunakan adalah cara-caa yang menganut sarkastik liberalisme. Artinya entah kapan kita akan benar-benar melihat dalam negara ini apakah keadilan sosial benar-benar dapat terjamin.

Amerika yang menggembor-gemborkan demokrasi ternyata menyimpan udang dibalik batu, ketika perangkat demokrasinya telah mampu menggerogoti suatu negara, maka secara tidak langsung perangkat penjaminan terhadap pasar bebas neo liberal terbuka, inilah salah satu strategi dalam belahan dunia untuk merubah aset-aset penting dalam dunia (red.) menjadi lebih demokratis (neoliberal red.) artinya peluang untuk berbisnis pun lebih besar.

Yang kemudian menjadi pertanyaan, apakah kita tahu?

Pendidikan

Dalam sejarah bangsa-bangsa di Dunia, eksistensi suatu bangsa ditopang oleh pilar-pilar SDM yang kuat disetiap bidangnya. Ketika agama (apapun itu) menjadi sebuah asas hidup (way of life), berada diluar doktrin dinamis keilmuan maka agama menjadi sebuah platform yang mendasari cara berfikir suatu individu (point of view).

Maka norma-norma dasar kehidupan (ethics) menjadi suatu hasil (product) yang substansial pada masa tersebut. Keilmuan yang kemudian berkembang dari dasar-dasar pemikiran (platforms) seperti itu yang kemudian menjadi solusi bagi kehidupan, ilmu yang bermanfaat.

Eksistensi sistem distribusi keilmuan yang telah berkembang dari berpola kelompok-kelompok kecil (halaqah) berkembang menjadi sistem kelas, memberikan dinamisasi tersendiri dalam perkembangan keilmuan.

Ilmu harus berdiri tegak dalam posisi yang jelas, tumbuh dari sumber yang jelas, tidak berada dalam persimpangan atau tren kekinian. Ketika Ilmu identik dengan hal-hal yang baru (Inovation) maka tidak pernah ada kata cukup.

Dan Ilmu Allah itu melimpah...

02 October 2007

Mudik

tiket tiba-tiba melambung naik, kenapa??

apakah karakter bangsa ini juga terpengaruh karena iklim yang diciptakan institusi seperti menaikkan tiket transportasi [perusahaan yg notabene masih dimiliki negara].

akibatnya??

apakah sudah jadi karakter bangsa ini, karena secara karakter ini telah melembaga dan diformalkan oleh negara.

entah lah, ada komentar??

01 October 2007

History of Minangkabau [Popular]

Rumah gadang in the Pandai Sikek village of West Sumatra, with two rice barns (rangkiang) in front.

Rumah gadang in the Pandai Sikek village of West Sumatra, with two rice barns (rangkiang) in front.

The name Minangkabau is thought to be a conjunction of two words, minang ("victorious") and kabau ("buffalo"). There is a legend that the name is derived from a territorial dispute between the Minangkabau and a neighbouring prince. To avoid a battle, the local people proposed a fight to the death between two water buffalo to settle the dispute. The prince agreed and produced the largest, meanest, most aggressive buffalo. The Minangkabau produced a hungry baby buffalo with its small horns ground to be as sharp as knives. Seeing the adult buffalo across the field, the baby ran forward, hoping for milk. The big buffalo saw no threat in the baby buffalo and paid no attention to it, looking around for a worthy opponent. But when the baby thrust his head under the big bull's belly, looking for an udder, the sharpened horns punctured and killed the bull, and the Minangkabau won the contest and the dispute.

The roofline of traditional houses in West Sumatra, called Rumah Gadang ( Minangkabau, "big house"), curve upward from the middle and end in points, in imitation of the water buffalo's upward-curving horns. [from wikipedia]

Population of Minangkabaus

Flag of Indonesia Indonesia (2000 census) 5,475,000 [1]
West Sumatra 3,747,000
Riau 535,000
North Sumatra 307,000
Jakarta 265,000
West Java 169,000
Jambi 132,000
Flag of Malaysia Malaysia 538,826
[from Wikipedia]

Recommended