DAFTAR ISI: tentang saya | being moderat | project5 | galeri | simple view | tanJabok.com

MAN BEHIND ME: muhammad, syekh abbas, afa, tan malaka, m.hatta, m.natsir, dt.ribandang-dt.ketemanggungan, umar bin khatab, ali bin abi thalib, etc...

as MINANG's: it isnt about narsism, every man shouldnt forget who they really are... if they do, they just burried their identity, let this be our opportunities/potentials, not threats... a half man dont know where they stand on...

20 April 2007

siapa aku

hari ini, sebuah alasan dipertanyakan, ketika berdiri diantara logika dan silogisme kritis aq pun bertanya pada diriku, siapa aku??

aku berdiri di anatra tiga sudut pandang, sebagai aku sang mahasiswa yang membayar dan didikte oleh perguruan tinggi, sebagai aku seorang independen yang berusaha mengeluarkan ide-idenya dalam bentuk intuisi, dan aku seorang ABie yang berperasaan yang penjelasannya bisa membuat kertas berpuluh halaman memenuhi sebuah ruang yang terus mengindikasikan tanda tanya, yang kemudian terpaksa di delete karena gejolak tren masa muda kata "narsis loe"...

yah dunia sedang gelo, disaat senang pun ada kelah dan kesah yang kadang membuat ku enggan mengerang dan menggeliat apalagi berbuat untuk hari ini. tak mungkinlah aku seorang diri, tapi bisa jadi, yang berarti banyak aku yang enggan berbuat hari ini. demi aku, biarlah aku berbeda, hari ini, harus ada akhir yang menawan...

ABie

10 April 2007

Nasionalisme dan Eksistensi kehidupan Beragama

Sejarah bangsa-bangsa telah menceritakan sebuah fakta, peradaban yang tertinggi dalam kehidupan bermasyarakat adalah peradaban yang telah mampu memberikan tempat bagi spiritualisme, yang berikutnya saya sebut dengan agama.

Tanpa bermain dengan deskripsi, Nasionalisme adalah sebuah pengakuan untuk berdiri sebagai pemegang kedaulatan suatu tatanan yang disepakati bersama dalam satu ruang lingkup teritorial tertentu. Sedangkan Agama memiliki makna yang hampir sama, hanya saja tidak terpaku pada ruang lingkup tertentu, akan tetapi pada satu obyek tauhid, yakni tuhan.

Sehingga sepantasnya urusan nasionalisme memiliki sedikit persinggungan dengan urusan keberagamaan, terlebih urusan negara sudah kembali pada umumnya, pada permasalahan kedaulatan rakyat, yang sudah menyingkirkan jauh-jauh ego-sentris otoritarian.

Akan tetapi dalam tataran Real, apa yang saya intuisikan diatas akan terhalang pada satu kondisi, yakni kepentingan. Kepentingan perorangan atau Individu memiliki peranan yang cukup signifikan untuk membatasi sejauh mana dua hal tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara vertikal tanpa berusaha membelit satu sama lain.

Toleransi yang sering dikemukakan oleh banyak orang, termasuk negarawan dan agamawan, seharusnya tak perlu menjadi bahasan yang patut diajukan, karena melihat konteks yang kita bicarakan sebelumnya, keduanya adalah hal yang berlainan.

Ketidakpahaman atas dua konteks yang kita bicarakan diatas yang menjadikan negara menjadi sang penguasa monopoli kegiatan beragama atau yang kemudian menjadikan agama menjadi kendaraan untuk mengabsahkan kegiatan kenegaraan.

Sehingga untuk mewujudkan nasionalisme dan mempertahankan eksistensi agama adalah dengan cara memahami dengan baik cara bernegara, sehingga sepatutnya kata-kata pengabsolutan agama tertentu untuk mengusung eksistensi nasionalisme patut dipertanyakan, sejauh mana sdm-sdm yang ada mampu memahami bernegara menurut agamanya.

Recommended